Senin, 17 Oktober 2016

Memahami Pentingnya Kampanye Keselamatan Jalan

Tugas Pertemuan 1
Tujuan : a. Memahami dasar hukum program kampanye keselamatan jalan
              b. Mengerti dan memahami tujuan dilakukannya kampanye keselamatan jalan.
A.     Dasar Hukum
1.       Undang Undang  No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
a.        Menimbang poin C yaitu Bahwa lalu lintas dan angkutan jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu-lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah
b.   Bab 1 pasal 1(31) Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalulintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan dan/atau lingkungan
c.     Pasal 203(2) huruf a Yang dimaksud dengan  “program nasional keselamatan lalin dan angkutan jalan antara lain :
1.       Polisi Mitra Kampus
2.       Cara berkendara dengan selamat
3.       Forum lalin
4.       Kampanye keselamatan lalu litas
5.       Taman lalin
6.       Sekolah mengemudi
7.       Kemitraan global keselamatan lalu lintas 
d.    Pasal 208 (2) Upaya membangun dan mewujudkan budaya keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan  dilakukan melalui:
1.       Pelaksanaan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini
2.       Sosialisasi dan internalisasi tata cara dan etika berlalu lintas serta program keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
3.       Pemberian penghargaan terhadap tindakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
4.       Penciptaan lingkungan ruang lalu lintas yang mendorong pengguna jalan berperilaku tertib
5.       Penegakan hukum secara konsisten dan berkelanjutan.
2.     Instruksi Presiden RI Nomor 4 Tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan Pilar IV huruf i dan j yaitu perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan, yang fokus kepada Pendidikan formal keselamatan jalan dan Kampanye keselamatan jalan.
3.    RUNK Jalan 2011 – 2035 Pilar IV Perilaku Pengguna Jalan yang Berkeselamatan angka 8 tentang Kampanye Keselamatan.

B.     Definisi Kampanye
1.      Menurut Leslie B. Snyder (2002): “Kampanye komunikasi merupakan aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditujukan kepada khalayak tertentu, pada periode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu”
2.      Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, kampanye diartikan sebagai gerakan atau tindakan serentak untuk melawan, mengadakan aksi,mengubah keadaan, mengubah perilaku dan lain-lain (Lukman; 1996: 437).
3.  Rajasundaram (1981), Koordinasi dari berbagai metode komunikasi yang fokus pada permasalahan tertentu sekaligus cara pemecahannya dalam kurun waktu tertentu.
4.     Menurut WWF (The World Wide Fund for Nature) Indonesia, kampanye adalah alat untuk menyebarkan informasi dan meningkatkan kesadaran, untuk meningkatkan kepedulian dan perubahan  perilaku dari target audiens. Kampanye juga dapat dilihat sebagai alat advokasi kebijakan untuk menciptakan tekanan public pada actor-aktor kunci, misalnya peneliti, ilmuwan, media massa dan pembuat kebijakan
5.    Menurut Prof. Duyker (Belanda) yang mengatakan bahwa kampanye tersebut: “Menggunakan berbagai lambang untuk mempengaruhi manusia sedemikian rupa sehingga tingkah laku yang timbul karena pengaruh tersebut sesuai dengan keinginan komunikator.  Jadi kampanye adalah keinginan seseorang untuk mempengaruhi opini individu dan publik, kepercayaan, tingkah laku, minat serta keinginan audiensi  dengan daya tarik komunikator yang sekaligus komunikatif.
6.  Rogers dan Storey (1987): “kampanye sebagai serangkaian kegiatan komunikasi yang terorganiasi dengan tujuan untuk menciptakan dampak tertentu terhadap sebagian besar khalayak sasaran secara berkelanjutan dalam periode waktu tertentu”

7.  Glosari grafis, kampanye merupakan rangkaian iklan dan berhubungan dengan usaha perancangan untuk menampilkan dan memperkenalkan sebuah ide penjualan atau jasa dalam jangka waktu yang teratur.

C.    Kampanye Keselamatan Jalan
      Kampanye keselamatan jalan merupakan program yang harus dilaksanakan secara terus menerus, masyarakat harus terus diingatkan dan disegarkan kembali tentang peraturan perundangan yang terkait dengan lalu lintas dan resiko yang mereka dapatkan bila melakukan pelanggaran lalu lintas.
      Tujuan Kampanye Keselamatan Jalan :
      1. Sesuai dengan UU LLAJ No.22 Tahun 2009 Pasal 203 ayat 2, pelaksanaan sosialisasi keselamatan lalulintas yaitu menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
          2. Memberikan kesadaran kepada masyarakat khususnya orang dewasa mengenai pentingnya keselamatan dalam berlalu lintas                     
           3. Mengenalkan budaya keselamatan kepada anak usia dini
    
D.     Karakteristik Kampanye keselamatan jalan
1.      Kampanye keselamatan di jalan harus menjadi bagian terpadu dari perencanaan transportasi terpadu.
2.      Pesan kampanye dibuat berdasarkan suatu analisis pada situasi  lalu lintas  tertentu.
3.      Penyampaian pesan perlu dilandasi  suatu penelitian, bukan sekedar penampilan yg “bagus” atau “ide bagus”.
4.      Kampanye menjadi lebih efektif bila didukung dengan peraturan dan penegakan  hukum.

E.    Model-Model Kampanye
1.  The Five Functional Stages Development Model
      Model ini dikembangkan oleh tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University Amerika Serikat pada awal tahun 1960-an. Pada model ini, digambarkan bagaimana tahapan kegiatan kampanye harus dilalui sebelumnya akhirnya kegiatan tersebut berhasil atau gagal mencapai tujuan. Tahapan kegiatan tersebut meliputi: identifikasi, legitimasi, partisipasi, penetrasi, dan distribusi.
.
a.       Tahap identifikasi merupakan tahap penciptaan identitas kampanye yang dengan mudah dapat dikenali oleh khalayak. Hal yang umum digunakan untuk kampanye pemilu misalnya logo, lagu atau jingle dan slogan yang digunakan oleh semua partai peserta pemilu.
b.      Tahap berikutnya adalah legitimasi. Dalam kampanye politik, legitimasi diperoleh ketika seseorang telah masuk dalam daftar kandidat anggota legislatif, atau seorang kandidat presiden memperoleh dukungan yang kuat dalam polling yang dilakukan lembaga independen.
c.       Tahap ketiga adalah partisipasi. Tahap ini dalam praktiknya relatif sulit dibedakan dengan tahap legitimasi karena ketika seorang kandidat, mendapatkan legitimasi, pada saat yang sama dukungan yang bersifat partisipatif mengalir dari khalayak. Partisipasi ini dapat bersifat nyata (real) atau simbolik. Partisipasi nyata ditunjukkan oleh keterlibatan orang-orang dalam menyebarkan pamflet, brosur atau poster, menghadiri demonstrasi yang diselenggarakan pasangan kandidat. Sedangkan simbolik dinyatakan dengan perbuatan menempelkan stiker atau gambar/poster pasangan kandidat.
d.      Tahap keempat adalah tahapan penetrasi. Pada tahap ini seorang kandidat, sebuah produk atau sebuah gagasan telah hadir dan mendapat tempat di hati masyarakat. Seorang juru kampanye misalnya, telah berhasil menarik simpati masyarakat dan meyakinkan mereka bahwa ia adalah kandidat terbaik dari sekian yang ada.
e.       Terakhir adalah tahap distribusi atau dapat disebut dengan tahap pembuktian. Pada tahap ini tujuan kampanye pada umumnya telah tercapai. Kandidat politik telah mendapatkan kekuasaan yang mereka cari. Tinggal bagaimana mereka membuktikan janji-janji mereka saat kampanye. Bila mereka gagal melakukan hal itu maka akibatnya akan fatal bagi kelangsungan jabatan atau gagasan yang telah diterima masyarakat.
2.         Model Kampanye Ostergaard
Model ini dikembangkan oleh Leon Ostergaad, seorang  teoretesi dan praktisi kampanye kawakan dari Jerman (Klingemann,  2002). Di antara model kampanye yang ada, model ini dianggap yang paling pekat sentuhan ilmiahnya. Hal ini bisa dianggap yang paling pekat sentuhan ilmiahnya. Hal ini bisa dilihat dari kata-kata kunci yang digunakan di dalamnya seperti kuantifikasi, cause and effect analysis, data dan theoretical evidence.

Menurut Ostergaad sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan sosial yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidaklah layak untuk dilaksanakan. Alasannya karena program semacam itu tidak akan menimbulkan efek apapun dalam menanggulangi masalah sosial yang dihadapi. Karenanya, lanjut pakar kampanye ini, sebuah program kampanye hendaknya selalu dumulai dari identifikasi masalah secara jernih. Langkah ini disebut juga tahap prakampanye.
a.     Tahap pertama yang harus dilakukan sumber kampanye (compaign makers atau decision maker) adalah mengidentifikasi masalah factual yang dirasakan dari identifikasi masalah kemudian dicari hubungan sebab akibat (cause and effect relationship) dengan fakta-fakta yang ada.
b.      Tahap kedua adalah pengelolaan kampanye  yang dimulai dari perancangan, pelaksanaan hingga evaluasi. Dalam tahap ini lagi-lagi  riset perlu dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik khalayak sasaran untuk dapat merumuskan pesan, actor kampanye, saluran hingga teknis pelaksanaan kampanye yang sesuai. Riset formatif dalam merancang program kampanye, yang mulai popular pada tahun 1980-an, benar-benar mendapat tempat dan diterapkan dalam model ini.
c.       Tahap pengelolaan ini seluruh isi program kampanye (campaign content) diarahkan untuk membekali dan mempengaruhi aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan khalayak sasarn. Ketiga aspek dalam literature ilmiah dipercaya menjadi prasyarat dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan khalayak akan memberi pengaruh pada perubahan perilaku.
Pada gambar model juga terlihat bahwa tanda panah pengetahuan dan keterampilan mengaruhi pula pada sikap, baik secara langsung atau tidak langsung, juga dipengaruhi oleh perubahan dalam tataran pengetahuan dan keterampilan. Ketika memperoleh pengetahuan baru tentang suatu hal umumnya sikap kita juga berubah pada hal tersebut, baik seketika atau bertahap. Namun hal ini tidak selalu berlangsung demikian. Bila pengetahuan baru tersebut bertentangan degan sikap yang telah mantap maka perubahan belum tentu muncul. Demikian pula halnya dengan keterampilan. Penguasaan atau peningkatan keterampilan seseorang akan memberikan dampak perubahan pada sikap yang bersangkutan.
Tahap pengelolaan kampanye ini ditutup  dengan evaluasi tentang efektivitas program yang dilaksanakan. Disini akan dievaluasi apakah pesan-pesan kampanye sampai pada khalayak (received)? Apakah mereka dapat mengingat pesan-pesan  tersebut? Apakah mereka dapat menerima isi pesan-pesan tersebut (accepted)?
d.  Tahap terakhir dari model ini adalah tahap evaluasi pada penanggulangan masalah (reduced problem). Tahap ini disebut juga tahap pasca kampanye. Dalam hal ini evaluasi diarahkan pada keefektifan kampanye dalam menghilangkan atau mengurangi masalah sebagai mana yang telah diidentifikasi pada tahap prakampanye.
3.      The Diffusion of Innovation Model
Model difusi ini  umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan (commercial campaign) dan kampanye yang berorientasi pada perubahan sosial (social change campaign). Penggagasnya adalah ilmuwan komunikasi kesohor, Everett M. Rogers. Dalam model ini Rogers menggambarkan adanya empat tahap yang akan terjadi ketika proses kampanye berlangsung (Larson, 1993).
a.   Tahap pertama disebut tahap informasi (information). Pada tahap ini khalayak diterpa informasi tentang produk atau gagasan yang dianggap baru. Terpaan yang bertubi-tubi dan dikemas dalam bentuk pesan yang menarik akan menimbulkan rasa ingin tahu khalayak tentang produk atau gagasan tersebut. Katika khalayak tergerak menacari tahu dan mendapati bahwa produk tersebut menarik minat mereka maka dimulailah tahap kedua yakni persuasi (persuasion).
b.    Tahap selanjutnya adalah  membuat keputusan untuk mencoba (decision, adoption, and trial) yang didahului oleh proses menimbang-nimbang tentang berbagai aspek produk tersebut. Tahap ini akan terjadi ketika orang telah mengambil tindakan dengan cara mencoba produk tersebut.
c.       Tahap terakhir adalah tahap konfirmasi atau reevaluasi. Tahap ini hanya dapat terjadi bila orang telah mencoba produk atau gagasanyagn ditawarkan. Berdasarkan pengalaman mencoba, khalayak mulai mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali tentang produk tersebut. Mereka mulai bertanya: Apakah produk tersebt sesuai dengan yang dikampanyekan? Apakah produk tersebut berguna? Apakah produk tersebut lebih baik  dari produk lain yang mungkin telah ada tapi terlewt dari pengamatan kita?
d.     Tahap keempat menempati posisi yang sangat strategis karena akan menentukan apakah seseorang akan menjadi pengguna yang loyal atau sebaliknya. Rogers juga menyadari bahwa tidak semua tahapan yang ada akan dilalui khalayak. Bahkan pada beberapa kasus khalayak berhenti pada tahap pertama.

4.      Model Komponensial Kampanye
   Model ini mengambil komponen-komponen pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan kampanye. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi: sumber kampanye, saluran, pesan, penerima kampanye, efek  dan umpan balik. Unsur-unsur ini harus dipandang sebagai satu kesatuan yang mendiskripsikan dinamika proses kampanye. Model tersebut digambarkan sebagai berikut:

Model ini dapat dengan mudah diidentifikasi menggunakan pendekatan transmisi (transmission approach) ketimbang interaction approach. Alasan yang mendasarinya adalah bahwa kampanye merupakan kegiatan komunikasi yang direncanakan, bersifat purposif (bertujuan), dan sedikit membuka peluang untuk saling bertukar informasi dengan khalayak (interactive). Lebih dari itu kampanye merupakan kegiatan yang bersifat persuasife dimana sumber (campaigner) secara aktif berupaya mempengaruhi penerima (compaignee) yang berada dalam posisi pasif. Karena perbedaan  posisi ini maka proses bertukar peran selama kampanye berlangsung menjadi sangat terbatas.
Model kampanye dengan pendekatan transmisi yang searah ini, tidak memandang pendekatan interaktif sebagai hal yang tidak penting. Pada beberapa setting kampanye yang menggunakan saluran personal, pendekatan interaktif dianggap lebih efektif dan realistis.
Dalam model kampanye tersebut digambarkan bahwa sumber (compaign makers) memiliki peran yang dominan. Ia secara aktif mengkonstruksi pesan yang ditujukan untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak (compaign receivers). Pesan-pesan tersebut disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi seperti media massa, media tradisional atau saluran personal. Ketika pesan-pesan diterima khalayak diharapkan muncul efek perubahan pada diri mereka. Terjadi atau tidaknya efek perubahan tersebut dapat diidentifikasi dari umpan balik yang diterima sumber. Umpan balik untuk mengukur efektivitas kampanye dapat muncul dari pesan itu sendiri, saluran yang digunakan atau respons penerima. Akhirnya dapat dikatakan bahwa keseluruhan proses kampanye tidak terlepas dari gangguan (noise). Sumber dapat mengidentifikasi potensi gangguan tersebut pada semua komponen kampanye yang ada.
F.     Contoh
           Kampanye Keselamatan Jalan di Dekat Persimpangan Sebidang Kereta Api
          Kampanye ini bertujuan agar pengguna jalan yang akan di persimpangan sebidang kereta api berhati-hati dan waspada meskipun sudah terdapat palang pintu perlintasan. Kegiatan kampanye ini dilakukan dengan memberikan stiker, bingkisan, dan memajang poster tentang keselamatan di persimpangan sebidang kereta api. Pembagian tersebut disebar ketika pintu perlintasan kereta tertutup.
Kampanye ini mempunyai keuntungan antara lain waktu kampanye yang singkat, tidak memerlukan perlengkapan yang banyak seperti panggung selain itu tempat kampanye sangat mendukung karena sesuai dengan materi yang diberikan. Di ssamping mempunyai keuntungan kampanye di dekat persimpangan kereta mempunyai kelemahan seperti bising sehingga orasi tidak dapat terdengar jelas serta tempat yang kurang memperhatikan resiko bahaya dan keselamatan komunikator.    

            
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar