Tugas
Pertemuan 1
Tujuan : a. Memahami
dasar hukum program kampanye keselamatan jalan
b.
Mengerti dan memahami tujuan dilakukannya kampanye keselamatan jalan.
A. Dasar Hukum
1. Undang Undang No 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
a.
Menimbang poin C yaitu Bahwa lalu lintas
dan angkutan jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus
dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan,
ketertiban dan kelancaran berlalu-lintas dan angkutan jalan dalam rangka
mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah
b. Bab
1 pasal 1(31) Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan
terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan selama berlalulintas yang
disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan dan/atau lingkungan
c. Pasal 203(2) huruf a Yang dimaksud
dengan “program nasional keselamatan
lalin dan angkutan jalan antara lain :
1.
Polisi Mitra Kampus
2.
Cara berkendara dengan selamat
3.
Forum lalin
4.
Kampanye keselamatan lalu litas
5.
Taman lalin
6.
Sekolah mengemudi
7.
Kemitraan global keselamatan lalu lintas
d. Pasal
208 (2) Upaya membangun dan mewujudkan budaya keamanan dan keselamatan lalu
lintas dan angkutan jalan dilakukan
melalui:
1.
Pelaksanaan
pendidikan berlalu lintas sejak usia dini
2.
Sosialisasi
dan internalisasi tata cara dan etika berlalu lintas serta program keamanan dan
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
3.
Pemberian
penghargaan terhadap tindakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan
jalan
4.
Penciptaan
lingkungan ruang lalu lintas yang mendorong pengguna jalan berperilaku tertib
5.
Penegakan
hukum secara konsisten dan berkelanjutan.
2. Instruksi Presiden RI Nomor
4 Tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan Pilar
IV huruf i dan j yaitu perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan, yang fokus
kepada Pendidikan formal keselamatan jalan dan Kampanye keselamatan jalan.
3. RUNK Jalan 2011 – 2035 Pilar IV Perilaku
Pengguna Jalan yang Berkeselamatan angka 8 tentang Kampanye Keselamatan.
B.
Definisi Kampanye
1. Menurut
Leslie B. Snyder (2002): “Kampanye komunikasi merupakan aktivitas komunikasi
yang terorganisasi, secara langsung ditujukan kepada khalayak tertentu, pada
periode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu”
2. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, kampanye diartikan sebagai
gerakan atau tindakan serentak untuk melawan, mengadakan aksi,mengubah keadaan,
mengubah perilaku dan lain-lain (Lukman; 1996: 437).
3. Rajasundaram
(1981), Koordinasi dari berbagai metode komunikasi yang fokus pada permasalahan
tertentu sekaligus cara pemecahannya dalam kurun waktu tertentu.
4. Menurut
WWF (The World Wide Fund for Nature) Indonesia, kampanye adalah alat untuk
menyebarkan informasi dan meningkatkan kesadaran, untuk meningkatkan kepedulian
dan perubahan perilaku dari target
audiens. Kampanye juga dapat dilihat sebagai alat advokasi kebijakan untuk
menciptakan tekanan public pada actor-aktor kunci, misalnya peneliti, ilmuwan,
media massa dan pembuat kebijakan
5. Menurut
Prof. Duyker (Belanda) yang mengatakan bahwa kampanye tersebut:
“Menggunakan berbagai lambang untuk mempengaruhi manusia sedemikian rupa
sehingga tingkah laku yang timbul karena pengaruh tersebut sesuai dengan
keinginan komunikator. Jadi kampanye
adalah keinginan seseorang untuk mempengaruhi opini individu dan publik,
kepercayaan, tingkah laku, minat serta keinginan audiensi dengan daya tarik komunikator yang
sekaligus komunikatif.
6. Rogers
dan Storey (1987): “kampanye sebagai serangkaian kegiatan komunikasi yang
terorganiasi dengan tujuan untuk menciptakan dampak tertentu terhadap sebagian
besar khalayak sasaran secara berkelanjutan dalam periode waktu tertentu”
7. Glosari
grafis, kampanye merupakan rangkaian iklan dan berhubungan dengan usaha
perancangan untuk menampilkan dan memperkenalkan sebuah ide penjualan atau jasa
dalam jangka waktu yang teratur.
C.
Kampanye Keselamatan Jalan
Kampanye keselamatan jalan merupakan program yang harus dilaksanakan secara terus menerus, masyarakat harus terus diingatkan dan disegarkan kembali tentang peraturan perundangan yang terkait dengan lalu lintas dan resiko yang mereka dapatkan bila melakukan pelanggaran lalu lintas.
Tujuan Kampanye Keselamatan Jalan :
1. Sesuai dengan UU LLAJ No.22 Tahun 2009 Pasal 203 ayat 2, pelaksanaan sosialisasi keselamatan lalulintas yaitu menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
2. Memberikan kesadaran kepada masyarakat khususnya orang dewasa mengenai pentingnya keselamatan dalam berlalu lintas
3. Mengenalkan budaya keselamatan kepada anak usia dini
Kampanye keselamatan jalan merupakan program yang harus dilaksanakan secara terus menerus, masyarakat harus terus diingatkan dan disegarkan kembali tentang peraturan perundangan yang terkait dengan lalu lintas dan resiko yang mereka dapatkan bila melakukan pelanggaran lalu lintas.
Tujuan Kampanye Keselamatan Jalan :
1. Sesuai dengan UU LLAJ No.22 Tahun 2009 Pasal 203 ayat 2, pelaksanaan sosialisasi keselamatan lalulintas yaitu menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
2. Memberikan kesadaran kepada masyarakat khususnya orang dewasa mengenai pentingnya keselamatan dalam berlalu lintas
3. Mengenalkan budaya keselamatan kepada anak usia dini
D. Karakteristik Kampanye keselamatan jalan
1.
Kampanye keselamatan di jalan harus
menjadi bagian terpadu dari perencanaan transportasi terpadu.
2.
Pesan kampanye dibuat berdasarkan suatu
analisis pada situasi lalu lintas tertentu.
3.
Penyampaian pesan perlu dilandasi suatu penelitian, bukan sekedar penampilan yg
“bagus” atau “ide bagus”.
4.
Kampanye menjadi lebih efektif bila
didukung dengan peraturan dan penegakan
hukum.
E. Model-Model Kampanye
1. The Five Functional Stages Development Model
Model ini dikembangkan oleh tim peneliti
dan praktisi kampanye di Yale University Amerika Serikat pada awal tahun
1960-an. Pada model ini, digambarkan bagaimana tahapan kegiatan kampanye harus
dilalui sebelumnya akhirnya kegiatan tersebut berhasil atau gagal mencapai
tujuan. Tahapan kegiatan tersebut meliputi: identifikasi, legitimasi,
partisipasi, penetrasi, dan distribusi.
.
a. Tahap
identifikasi merupakan tahap penciptaan identitas kampanye yang dengan mudah
dapat dikenali oleh khalayak. Hal yang umum digunakan untuk kampanye pemilu
misalnya logo, lagu atau jingle dan slogan yang digunakan oleh semua partai
peserta pemilu.
b. Tahap
berikutnya adalah legitimasi. Dalam kampanye politik, legitimasi diperoleh
ketika seseorang telah masuk dalam daftar kandidat anggota legislatif, atau
seorang kandidat presiden memperoleh dukungan yang kuat dalam polling yang
dilakukan lembaga independen.
c. Tahap
ketiga adalah partisipasi. Tahap ini dalam praktiknya relatif sulit dibedakan
dengan tahap legitimasi karena ketika seorang kandidat, mendapatkan legitimasi,
pada saat yang sama dukungan yang bersifat partisipatif mengalir dari khalayak.
Partisipasi ini dapat bersifat nyata (real) atau simbolik. Partisipasi nyata
ditunjukkan oleh keterlibatan orang-orang dalam menyebarkan pamflet, brosur
atau poster, menghadiri demonstrasi yang diselenggarakan pasangan kandidat.
Sedangkan simbolik dinyatakan dengan perbuatan menempelkan stiker atau gambar/poster
pasangan kandidat.
d. Tahap
keempat adalah tahapan penetrasi. Pada tahap ini seorang kandidat, sebuah
produk atau sebuah gagasan telah hadir dan mendapat tempat di hati masyarakat.
Seorang juru kampanye misalnya, telah berhasil menarik simpati masyarakat dan
meyakinkan mereka bahwa ia adalah kandidat terbaik dari sekian yang ada.
e. Terakhir
adalah tahap distribusi atau dapat disebut dengan tahap pembuktian. Pada tahap
ini tujuan kampanye pada umumnya telah tercapai. Kandidat politik telah
mendapatkan kekuasaan yang mereka cari. Tinggal bagaimana mereka membuktikan
janji-janji mereka saat kampanye. Bila mereka gagal melakukan hal itu maka
akibatnya akan fatal bagi kelangsungan jabatan atau gagasan yang telah diterima
masyarakat.
2.
Model Kampanye Ostergaard
Model ini dikembangkan
oleh Leon Ostergaad, seorang teoretesi
dan praktisi kampanye kawakan dari Jerman (Klingemann, 2002). Di antara model kampanye yang ada,
model ini dianggap yang paling pekat sentuhan ilmiahnya. Hal ini bisa dianggap
yang paling pekat sentuhan ilmiahnya. Hal ini bisa dilihat dari kata-kata kunci
yang digunakan di dalamnya seperti kuantifikasi, cause and effect analysis,
data dan theoretical evidence.
Menurut
Ostergaad sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan sosial yang tidak
didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidaklah layak untuk dilaksanakan. Alasannya
karena program semacam itu tidak akan menimbulkan efek apapun dalam
menanggulangi masalah sosial yang dihadapi. Karenanya, lanjut pakar kampanye
ini, sebuah program kampanye hendaknya selalu dumulai dari identifikasi masalah
secara jernih. Langkah ini disebut juga tahap prakampanye.
a. Tahap
pertama yang harus dilakukan sumber kampanye (compaign makers atau decision
maker) adalah mengidentifikasi masalah factual yang dirasakan dari identifikasi
masalah kemudian dicari hubungan sebab akibat (cause and effect relationship)
dengan fakta-fakta yang ada.
b. Tahap
kedua adalah pengelolaan kampanye yang
dimulai dari perancangan, pelaksanaan hingga evaluasi. Dalam tahap ini
lagi-lagi riset perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi karakteristik khalayak sasaran untuk dapat merumuskan pesan,
actor kampanye, saluran hingga teknis pelaksanaan kampanye yang sesuai. Riset
formatif dalam merancang program kampanye, yang mulai popular pada tahun
1980-an, benar-benar mendapat tempat dan diterapkan dalam model ini.
c. Tahap
pengelolaan ini seluruh isi program kampanye (campaign content) diarahkan untuk
membekali dan mempengaruhi aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan khalayak
sasarn. Ketiga aspek dalam literature ilmiah dipercaya menjadi prasyarat dalam
pengetahuan, sikap dan keterampilan khalayak akan memberi pengaruh pada
perubahan perilaku.
Pada
gambar model juga terlihat bahwa tanda panah pengetahuan dan keterampilan
mengaruhi pula pada sikap, baik secara langsung atau tidak langsung, juga
dipengaruhi oleh perubahan dalam tataran pengetahuan dan keterampilan. Ketika
memperoleh pengetahuan baru tentang suatu hal umumnya sikap kita juga berubah
pada hal tersebut, baik seketika atau bertahap. Namun hal ini tidak selalu
berlangsung demikian. Bila pengetahuan baru tersebut bertentangan degan sikap
yang telah mantap maka perubahan belum tentu muncul. Demikian pula halnya
dengan keterampilan. Penguasaan atau peningkatan keterampilan seseorang akan
memberikan dampak perubahan pada sikap yang bersangkutan.
Tahap
pengelolaan kampanye ini ditutup dengan
evaluasi tentang efektivitas program yang dilaksanakan. Disini akan dievaluasi
apakah pesan-pesan kampanye sampai pada khalayak (received)? Apakah mereka
dapat mengingat pesan-pesan tersebut?
Apakah mereka dapat menerima isi pesan-pesan tersebut (accepted)?
d. Tahap
terakhir dari model ini adalah tahap evaluasi pada penanggulangan masalah
(reduced problem). Tahap ini disebut juga tahap pasca kampanye. Dalam hal ini
evaluasi diarahkan pada keefektifan kampanye dalam menghilangkan atau
mengurangi masalah sebagai mana yang telah diidentifikasi pada tahap
prakampanye.
3. The
Diffusion of Innovation Model
Model
difusi ini umumnya diterapkan dalam
kampanye periklanan (commercial campaign) dan kampanye yang berorientasi pada
perubahan sosial (social change campaign). Penggagasnya adalah ilmuwan
komunikasi kesohor, Everett M. Rogers. Dalam model ini Rogers menggambarkan
adanya empat tahap yang akan terjadi ketika proses kampanye berlangsung
(Larson, 1993).
a. Tahap
pertama disebut tahap informasi (information). Pada tahap ini khalayak diterpa
informasi tentang produk atau gagasan yang dianggap baru. Terpaan yang
bertubi-tubi dan dikemas dalam bentuk pesan yang menarik akan menimbulkan rasa
ingin tahu khalayak tentang produk atau gagasan tersebut. Katika khalayak
tergerak menacari tahu dan mendapati bahwa produk tersebut menarik minat mereka
maka dimulailah tahap kedua yakni persuasi (persuasion).
b. Tahap
selanjutnya adalah membuat keputusan
untuk mencoba (decision, adoption, and trial) yang didahului oleh proses
menimbang-nimbang tentang berbagai aspek produk tersebut. Tahap ini akan
terjadi ketika orang telah mengambil tindakan dengan cara mencoba produk
tersebut.
c. Tahap
terakhir adalah tahap konfirmasi atau reevaluasi. Tahap ini hanya dapat terjadi
bila orang telah mencoba produk atau gagasanyagn ditawarkan. Berdasarkan
pengalaman mencoba, khalayak mulai mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali
tentang produk tersebut. Mereka mulai bertanya: Apakah produk tersebt sesuai
dengan yang dikampanyekan? Apakah produk tersebut berguna? Apakah produk
tersebut lebih baik dari produk lain
yang mungkin telah ada tapi terlewt dari pengamatan kita?
d. Tahap
keempat menempati posisi yang sangat strategis karena akan menentukan apakah
seseorang akan menjadi pengguna yang loyal atau sebaliknya. Rogers juga
menyadari bahwa tidak semua tahapan yang ada akan dilalui khalayak. Bahkan pada
beberapa kasus khalayak berhenti pada tahap pertama.
4. Model
Komponensial Kampanye
Model ini mengambil komponen-komponen
pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan
kampanye. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi: sumber kampanye,
saluran, pesan, penerima kampanye, efek
dan umpan balik. Unsur-unsur ini harus dipandang sebagai satu kesatuan
yang mendiskripsikan dinamika proses kampanye. Model tersebut digambarkan
sebagai berikut:
Model ini dapat dengan mudah diidentifikasi
menggunakan pendekatan transmisi (transmission approach) ketimbang interaction
approach. Alasan yang mendasarinya adalah bahwa kampanye merupakan kegiatan
komunikasi yang direncanakan, bersifat purposif (bertujuan), dan sedikit
membuka peluang untuk saling bertukar informasi dengan khalayak (interactive).
Lebih dari itu kampanye merupakan kegiatan yang bersifat persuasife dimana
sumber (campaigner) secara aktif berupaya mempengaruhi penerima (compaignee)
yang berada dalam posisi pasif. Karena perbedaan posisi ini maka proses bertukar peran selama
kampanye berlangsung menjadi sangat terbatas.
Model kampanye dengan pendekatan transmisi yang
searah ini, tidak memandang pendekatan interaktif sebagai hal yang tidak penting.
Pada beberapa setting kampanye yang menggunakan saluran personal, pendekatan
interaktif dianggap lebih efektif dan realistis.
Dalam model kampanye tersebut digambarkan bahwa
sumber (compaign makers) memiliki peran yang dominan. Ia secara aktif mengkonstruksi
pesan yang ditujukan untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak (compaign
receivers). Pesan-pesan tersebut disampaikan melalui berbagai saluran
komunikasi seperti media massa, media tradisional atau saluran personal. Ketika
pesan-pesan diterima khalayak diharapkan muncul efek perubahan pada diri
mereka. Terjadi atau tidaknya efek perubahan tersebut dapat diidentifikasi dari
umpan balik yang diterima sumber. Umpan balik untuk mengukur efektivitas
kampanye dapat muncul dari pesan itu sendiri, saluran yang digunakan atau
respons penerima. Akhirnya dapat dikatakan bahwa keseluruhan proses kampanye
tidak terlepas dari gangguan (noise). Sumber dapat mengidentifikasi potensi
gangguan tersebut pada semua komponen kampanye yang ada.
F.
Contoh
Kampanye
Keselamatan Jalan di Dekat Persimpangan Sebidang Kereta Api
Kampanye ini bertujuan agar pengguna jalan yang akan di persimpangan sebidang kereta api berhati-hati dan waspada meskipun sudah terdapat palang pintu perlintasan. Kegiatan kampanye ini dilakukan dengan memberikan stiker, bingkisan, dan memajang poster tentang keselamatan di persimpangan sebidang kereta api. Pembagian tersebut disebar ketika pintu perlintasan kereta tertutup.
Kampanye ini mempunyai keuntungan antara lain waktu kampanye yang singkat, tidak memerlukan perlengkapan yang banyak seperti panggung selain itu tempat kampanye sangat mendukung karena sesuai dengan materi yang diberikan. Di ssamping mempunyai keuntungan kampanye di dekat persimpangan kereta mempunyai kelemahan seperti bising sehingga orasi tidak dapat terdengar jelas serta tempat yang kurang memperhatikan resiko bahaya dan keselamatan komunikator.
Kampanye ini bertujuan agar pengguna jalan yang akan di persimpangan sebidang kereta api berhati-hati dan waspada meskipun sudah terdapat palang pintu perlintasan. Kegiatan kampanye ini dilakukan dengan memberikan stiker, bingkisan, dan memajang poster tentang keselamatan di persimpangan sebidang kereta api. Pembagian tersebut disebar ketika pintu perlintasan kereta tertutup.
Kampanye ini mempunyai keuntungan antara lain waktu kampanye yang singkat, tidak memerlukan perlengkapan yang banyak seperti panggung selain itu tempat kampanye sangat mendukung karena sesuai dengan materi yang diberikan. Di ssamping mempunyai keuntungan kampanye di dekat persimpangan kereta mempunyai kelemahan seperti bising sehingga orasi tidak dapat terdengar jelas serta tempat yang kurang memperhatikan resiko bahaya dan keselamatan komunikator.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar